Untuk menghentikan praktik mafia tanah dalam kepengurusan sertifikat, Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Petanahan
Nasional, mengandeng pihak Polri guna mengusut permainan kepengurusan sertifikat yang terjadi di kalangan masyarakat.
“Kami bekerjasama dengan Polri, karena dalam kepengurusan sertifikat tanah, khususnya yang menyangkut program nasional
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) masih banyak diwarnai dengan praktik pungutan liar (Punli),” kata Direktorat
Jendral Hubungan Hukum Keagrariaan Djamaluddin seusai rapat kerja dengan Kanwil BPN Provinsi Banten dan Tim Satgas pencegahan
serta pemberantasan mafia tanah dari Polda Metro Jaya dan Polda Banten, kemarin.
Padahal, kata dia, program PTSL tersebut, sudah berulangkali di sampaikan oleh Presiden RI, Joko Widodo, tidak dipungut biaya
atau gratis. Namun yang terjadi di kalangan masyarakat mereka masih dibebani dengan biaya-biaya yang memberatkan.
“Pungli ini tidak hanya terjadi di Tangerang, melainkan juga di daerah-daerah lainnya di Indonesia,” kata Jamaluddin menyikapi
masih banyaknya Pungli dikepengurusan PTSL di Tangerang Selatan.
Begitu juga kata Sunraizal, Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN. Ia mengatakan dalam waktu dekat pihaknya bersama dengan
Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Mafia tanah akan turun ke lapangan untuk melakukan pengawasan terjadinya mafia tanah di
kepengurusan PTSL.
“Kami bersama Satgas akan turun ke lapangan untuk melakukan pengawasan. Apabila masih ditemui Pungli, akan kami tindak tegas,”
kata dia.
Samahalnya kata Andi Tengri Abeng, Kepala Kanwil ATR/BPN Provinsi Banten. Ia mengatakan dalam waktu dekat bersama Satgas
pencegahan dan Pemberantasan mafia tanah Polda Banten akan turun ke bawah untuk mengawasi Pungli tersebut.
“Sebenarnya kepengurusan Sertifikat PTSL ini gratis. Dan warga hanya dibebani untuk biaya foto kopi, membeli materai dan
lainnya yang tidak lebih dari Rp 150 ribu,” kata dia.
Dan kalaupun ada biaya lain, seperti pengganti Transport kelompok masyarakat (Pokmas) yang biasanya terdiri dari pengurus RT,
RW, harus disepakati bersama dengan masyarakat setempat.
Itupun tentunya tidak akan lebih dari Rp 500 ribu. Kalau lebih dan tidak diawali dengan kesepatan, berarti masuk katagori
pungli.
Sementata itu Kasubdit II Harta Benda Bangunan Tanah (Hardabangtah) pada Ditkrimum Polda Banten, Ajun Komisari Besar Sofwan
Hermanto mengatakan pihaknya akan menindak tegas seriap mafia tanah yang berada di wilayah Banten, baik dalam kepengurusan PTSL
maupun lainnua.
“Untuk tahun ini, kamo sudaj menangani 15 kasus mafia tanah. Dari jumlah tersebut, lima oranh diantaranya sudah menjadi
tersangka. Sedangkan lainnya masih dalam pemeriksaan mendalam,” kata dia.
Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, di beberapa kelurahan di Tangerang Selatan masih diwarnai dengan adanya
pungli PTSL. Bahkan dalam kepengirisan sertifikan program itu warga diminta beaya Rp 3 – 5 juta. Salah satunya terjadi di
Kelurahan Juramangu Barat, Kecamtan Pondok Aren. kota Tangerang Sekatan.